Kisah Hero Sun, Sang Raja Monyet yang Hidup Abadi - Teh90blog

Kisah Hero Sun, Sang Raja Monyet yang Hidup Abadi

Kisah Hero Sun MLBB

Kehidupan abadi selama ini menjadi mitos yang melegenda, tapi setidaknya pernah ada satu Raja Monyet yang benar - benar mendapatkannya. Ribuan tahun lamanya dia telah tertidur lelap, sebelum akhirnya ada sebuah bencana dahsyat yang membangunkannya.

Di dalam mimpi panjangnya itu, dia melihat sebuah air terjun megah dan bukit - bukit yang dipenuhi oleh berbagai macam hewan. Dari banyaknya hewan yang ada disana, muncul seekor panda kecil yang memanggilnya 

"Bangun, Sun!" Panggilnya. Suara panggilan itu langsung menghilangkan seluruh bayangan hitam yang selama ini menyelimutinya, mengubahnya menjadi kupu - kupu yang mulai berterbangan keluar dari sarang tidurnya.

Raja Monyet itu pun akhirnya terbangun dan mendapati bentuk nyatanya sekarang, sebuah makhluk yang terlahir dari energi spiritual gunung, terbentuk di dalam batu yang ditempa selama ribuan tahun. Wilayah kekuasaannya membentang melintasi hamparan mahakarya yang tak terbatas, langit dan bumi tunduk pada kehendaknya.

Bertengger di dahan pohon tertinggi, dia menatap malam yang diterangi cahaya bulan untuk waktu yang lama, dirinya merasa bingung dengan kesedihan yang samar dalam lubuk hatinya layaknya seutas benang halus yang siap putus kapan saja.

"Raja Monyet yang Agung! Lihat apa yang aku bawa! Aku memanjat puncak tertinggi dan memetik buah persik yang paling besar!".

Suaranya berasal tepat dari bawah pohon, dimana disana terdapat seekor panda kecil yang sedari tadi menatapnya dengan penuh harapan. Panda kecil itu sejenak mengingatkannya kepada Li Li, teman dekatnya. 

Tak seperti Sun yang hidup abadi, Li Li hanyalah seekor panda biasa yang bisa meninggal kapan saja. Namun, kehidupan Li Li yang singkat itu terasa sangat bermakna baginya.

Pada saat itu, Sun masih tidak memiliki nama. Dia berkeliaran dengan bebas di tengah pegunungan yang membentang luas di antara langit dan bumi. Misteri tentang asal - usul dan tujuannya tidak pernah berhasil dia ketahui, namun rasa kebebasan yang tak tertandingi menyelimuti dirinya. Hingga suatu ketika terdengan ratapan sedih, pandannya pun langsung tertuju kepada sesosok makhluk berwarna hitam dan putih yang nampaknya sedang berduka. Berulang kali dia mendengarkan sebuah kata "kematian" yang sama sekali tidak dia pahami artinya.

"Apa itu kematian?" Gumamnya dalam hati. Keingintahuannya yang tak terbendung pun membuatnya bergerak mendekat ke arah entitas misterius tersebut, dia melirik sekilas, dan tanpa disadari wujudnya sekarang diketahui oleh entitas misterius itu.

Berdasarkan cerita yang beredar, esensi roh gunung telah membeku dalam sebuah batu, membentuk sesosok makhluk abadi yang tidak lain adalah dirinya sendiri, Raja Monyet yang agung. Awalnya, dia mengabaikan gangguan dan pindah ke puncak gunung yang lain, dimana dia terbangun di pagi yang berselimut embun, menikmati sunyinya hawa pegunungan yang tiada duanya.

Namun, seekor makhluk kecil di dalam hutan menangis tanpa henti, memanggil nama Raja Monyet dengan tangisannya yang kian bergema di seluruh pepohonan, mengganggu ketenangan abadinya. Merasa kesal sekaligus penasaran, dia pun menyibak tabir tebal hutan dan menemukan sumber keributan itu. Tubuhnya yang mungil merasa kelelahan karena kerja keras yang tiada henti. Pada saat itu, tatapan mereka saling bertautan, dan secercah cahaya bersinar di kedua mata makhluk itu.

Menyelamatkan makhluk itu dan kawanannya dari arus deras sudah cukup baginya. Makhluk ini sangat khas dengan sifat keras kepalanya yang sulit untuk ditaklukkan. Sadar betul akan kekuatan sungai yang membanjiri tanpa ampun di sepanjang musim penghujan, mereka tetap berpegang teguh pada tempat tinggal mereka yang kecil. 

Sang Raja Monyet yang menjadi penyelamat mereka telah hidup selama ribuan tahun dan mengembangkan kemampun ajaib yang menyerupai kekuatan dewa. Di antara sekian banyak keahliannya, dia dapat mengalihkan arus sungai dan membangun tempat perlindungan di atas lereng - lereng yang curam. Dia memberikan keahlian ini bukan karena ingin berbuat baik, tapi semata - mata karena ingin mengembalikan kehidupan damainya.

Namun, seekor panda memiliki kegigihan yang membuat Raja Monyet sangat jengkel padanya. Hari demi hari, panda ini melintasi bukit dan lembah dengan susah payah hanya untuk mempersembahkan buah persik terbaik kepadanya. Panda itu mengatakan bahwa buah persik tersebut adalah bentuk pengabdian sikap pantang menyerah dari Raja Monyet dikala dia menyelamatkan rumahnya dari derasnya arus sungai.

Meskipun Raja Monyet awalnya merasa jengkel, seiring berjalannya waktu, dia menjadi terbiasa dengan ritual harian memakan buah persik yang hambar, dan kehadiran seekor panda yang memperkenalkan dirinya sebagai Li Li. Bahkan lama kelamaan sang Raja Monyet menjadi sedikit menyukai percakapan sepele mereka. 

Semua makhluk gemar untuk menamai segala hal yang dia temui, tak terkecuali Li Li. Dia mengoceh kesana kemari tanpa henti, bersikeras bahwa Raja Monyet harus memiliki nama. Para panda bahkan menamai desa mereka dengan Spirit Creek, dan menurut Li Li Raja Monyet juga harus segera punya namanya sendiri.

"Kamu sudah menemukan namamu hari ini?" Tanya Li Li seperti hari - hari sebelumnya dengan raut wajah yang masih tetap antusias meski dia tahu bahwa jawaban dari Raja Monyet pasti akan mengecewakannya.

"Tidak, aku tidak butuh hal semacam itu." Jawab Raja Monyet secara spontan tanpa sedikitpun memikirkannya.

"Aku tahu bahwa kamu adalah Raja Monyet yang abadi, tapi itu tak mungkin menjadi namamu, bukan? Segala hal di dunia ini membutuhkan nama." Ucap Li Li dengan penuh rasa semangat yang masih terpancar jelas dari wajahnya.

Perbincangan itu selalu terjadi di setiap pagi, dan seperti biasa, Raja Monyet selalu merasa jengkel dengan pertanyaan - pertanyaan sepele yang diajukan oleh Li Li. Dia pun mencoba berpindah ke gunung yang lebih tinggi untuk memperoleh kehidupan damainya kembali, menjauh dari Li Li yang selalu merusak dengan suara berisiknya yang selalu bergema setiap kali mereka berjumpa.

Namun, ketika mendapatkan kesunyian di gunung barunya itu, Raja Monyet mulai merasakan kerinduan di dalam dirinya. Dia merindukan keributan yang selalu ada di setiap harinya, dengan penuh semangat menunggu kedatangan panda kecil yang akan melalui segala rintangan untuk melintasi hutan pegunungan. Ketika hari - hari berlalu dalam keheningan, kerinduannya semakin memuncak. Tiba - tiba dia merasa ingin mencari Li Li dan bertanya kepadanya mengapa segala sesuatu di dunia ini harus memiliki nama. Hal itu telah menjadi kegusaran yang mengakar dalam dirinya.

Namun, saat turun dari gunung, dia mendengar ratapan kesedihan itu lagi. Namun kali ini, Li Li lah yang mengalami sesuatu yang mereka sebut dengan kematian. Tiga hari telah berlalu, hujan kembali menyebabkan banjir. Deru arus yang ganas tidak dapat mencapai puncak yang jauh, dan ketika sungai itu menghanyutkan Li Li, ternyata kedua tangannya masih menggenggam buah persik. Di saat - saat terakhirnya, dia meyakinkan kepada teman - temannya bahwa Raja Monyet pasti akan datang menyelamatkannya, karena tidak ada yang tidak dapat dilakukan oleh Raja Monyet.

"Kamu pasti bisa menyelamatkan Li Li, kan? Dia udah percaya banget sama kamu! Kumohon gunakan kekuatan dewamu untuk menghidupkannya kembali! Raja Monyet yang agung, tolong selamatkan dia!" Ucap para Panda yang kini mulai menarik - narik tangannya untuk menghidupan Li Li yang telah terbujur kaku di hadapannya.

Raja Monyet berdiri ketakukan atas ketidakberdayaannya. Apa itu kehidupan? Apa itu kematian? Bagaimana dia bisa menyelamatkan Li Li jika dia saja tidak memahami konsep tersebut? Pertanyaan demi pertanyaan berputar - putar di benaknya seperti sebuah angin topan.

"Aku tidak bisa menyelamatkannya. Aku tidak bisa menyelamatkan siapa pun! Aku bukan dewa, aku.... AKU BAHKAN TIDAK MEMILIKI NAMA!" Teriak Raja Monyet dengan penuh rasa putus asa. Kedua air matanya kini mengalir deras, berpadu dengan guyuran hujan yang telah membasahi sekujur tubuhnya.

Dia pun mulai berlari kencang entah kemana, pikirannya dikuasai oleh gagasan mengenai kematian yang tidak pernah bisa dia pahami. 

"Sebenarnya kemana perginya seseorang yang mengalami kematian?" Pertanyaan itu terus ada di dalam benaknya, tak henti - hentinya dia mencari jawabannya, namun tetap saja tidak ada satu pun clue yang bisa dia temukan untuk mendapatkan jawabannya.

Saat Raja Monyet berlari dengan penuh rasa keputusasaannya, sebuah petunjuk pun muncul bagaikan sambaran petir, petunjuk itu menuntunnya ke sebuah jalur di utara yang mengarah ke gunung tempat kelahirannya. 

Dia teringat perbincangan para panda yang mengatakan bahwa tempat kelahiran seseorang memiliki kekuatan untuk menghibur jiwa yang paling hancur sekalipun, mungkin di tempat kelahirannya lah dia bisa menemukan jawaban dari seluruh pertanyaannya, setidaknya itulah jawaban yang bisa didapatkan oleh Raja Monyet saat itu.

Setelah melakukan perjalanan yang tak terhitung jauhnya, akhirnya dia tiba di tempat kelahirannya, dimana batu - batu yang hancur saat dia dilahirkan masih tergeletak di puncak bukit. Dia pun mengumpulkannya ke dalam pelukan erat, dan pada saat itu batu - batu yang dingin dan tak bernyawa itu tampak berdenyut dengan kehangatan yang nyata. Dia membiarkan rasa kantuk menyelimutinya, dan begitulah awal dari tidur panjangnya bermula. 

Sang Raja Monyet akhirnya tertidur selama ribuan tahun lamanya hingga akhirnya dia terbangun kembali setelah dunia berguncang dengan begitu kerasnya. Ternyata seekor naga hitam lah yang telah membangunkannya. Naga itu tampak berlumuran darah dan tak henti - hentinya menabrak dinding penghalang yang entah bagaimana terbentuk di sekelilingnya.

"Dari mana datangnya lalat yang mengganggu ini?" Ucap Raja Monyet dengan penuh rasa kesal.

Dia pun mengalahkan naga itu dengan mudah, tetapi kemudian melihat kedatangan naga lain yang serupa namun berwarna perak, bukan hitam. Akan tetapi, naga yang satu ini tidak datang untuk bertarung. Naga perak itu datang untuk menjelaskan apa yang telah terjadi ketika sang Raja Monyet tertidur, dan bagaimana negeri ini telah berubah drastis selama berabad - abad. Kerumunan pengungsi telah melarikan diri dari kehancuran perang dan mencari perlindungan disini. 

Naga perak itu berperan sebagai penjaga yang dipercayakan untuk menjaga keselamatan mereka. Namun, perselisihan telah terjadi di antara dia dan saudara - saudaranya. Demi manusia, naga perak tidak memiliki pilihan selain membunuh kerabatnya sendiri, sebuah tugas yang menyedihkan yang secara tidak sengaja menyebabkan pusaran bencana di laut utara. Karena bencana ini, naga perak telah memutuskan untuk meredakan badai dengan tubuhnya sendiri.

Sang Raja Monyet, yang sekarang sudah sepenuhnya sadar, mendengarkan dengan setengah hati sambil memikirkannya. Apa sebenarnya arti kehidupan bagi makhluk abadi seperti dirinya? Dia masih belum menemukan jawaban dalam tidur panjangnya. Namun di hadapannya sekarang berdiri naga perak yang tampaknya memiliki nasib yang sama dengannya. Mungkin makhluk itu dapat mengungkapkan jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantuinya itu.

"Karena aku telah membantumu, sekarang aku memiliki sebuah pertanyaan kepadamu. Kau adalah makhluk abadi kan? Apakah kau tidak pernah bosan dengan.... kehidupan?"

Sang naga tertawa. Sudah lama sejak terakhir kali seseorang menanyakan hal konyol seperti ini. 

"Nasib yang dipandu oleh tangan takdir menentukan jalan bagi semua makhluk hidup. Tetapi kau dan aku, yang tidak terikat oleh hidup dan mati, dibebaskan dari penderitaan fana mereka. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas suci kita untuk melindungi dunia, siklus kehidupan, dan momen singkat yang terjadi di antaranya. Jagalah negeri ini, dan ketika waktunya tiba, aku akan mengungkap kebenaran yang kau cari." Jawab Naga itu dengan tegas. Jawabannya yang sangat dalam membuat Raja Monyet terdiam dibuatnya.

"Tunggu, siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa tahu semua ini?" Tanya Raja Monyet.

Sebelum sempat menjawabnya, naga itu telah menghilang ke dalam ombak, meninggalkan riak - riak yang berputar di pusaran air. "Izinkan aku memberimu sebuah nama"  sebuah suara bergema, "Nama yang merangkul kehidupan alam semesta. Sebagai penjaga alam ini, namamu akan mencakup segalanya. Kau akan dikenal sebagai Sun." Saat laut mulai tenang setelah naga itu turun, hati Sun juga menemukan ketenangan. Namun saat itu juga dia tersadar.....

"Jawaban macam apa itu? Omong kosong! Aku baru saja ditipu agar berjaga disini. Yah, aku punya nama sekarang, tapi bagaimana cara menulisnya? Semua tentang alam semesta dan yang lainnya, semua itu hanya omong kosong bagiku."

Setelah bergumam beberapa saat kepada dirinya sendiri, Sun pun kembali duduk di atas batu yang sama. Kali ini dia menatap langit, seolah - olah dia bisa mendengar suara yang tidak asing baginya. Betapa dia sangat ingin bertemu Li Li sekali lagi agar dia bisa memberitahukan namanya.

Terkadang, Sun masih duduk melamun di batu itu, tidak menyadari apakah lamunannya itu hanya berlangsung selama beberapa saat atau ribuan tahun.

~Tamat.~

0 Response to "Kisah Hero Sun, Sang Raja Monyet yang Hidup Abadi"

Posting Komentar

*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel