Kisah Hero Sun, Sang Raja Monyet yang Hidup Abadi
07/08/24
0 Komen
Kehidupan abadi selama ini menjadi mitos yang melegenda, tapi setidaknya pernah ada satu Raja Monyet yang benar - benar mendapatkannya. Ribuan tahun lamanya dia telah tertidur lelap, sebelum akhirnya ada sebuah bencana dahsyat yang membangunkannya.
Di dalam mimpi panjangnya itu, dia melihat sebuah air terjun megah dan bukit -
bukit yang dipenuhi oleh berbagai macam hewan. Dari banyaknya hewan yang ada
disana, muncul seekor panda kecil yang memanggilnya
"Bangun, Sun!" Panggilnya. Suara panggilan itu langsung menghilangkan seluruh
bayangan hitam yang selama ini menyelimutinya, mengubahnya menjadi kupu - kupu
yang mulai berterbangan keluar dari sarang tidurnya.
Raja Monyet itu pun akhirnya terbangun dan mendapati bentuk nyatanya sekarang,
sebuah makhluk yang terlahir dari energi spiritual gunung, terbentuk di dalam
batu yang ditempa selama ribuan tahun. Wilayah kekuasaannya membentang
melintasi hamparan mahakarya yang tak terbatas, langit dan bumi tunduk pada
kehendaknya.
Bertengger di dahan pohon tertinggi, dia
menatap malam yang diterangi cahaya bulan untuk waktu yang lama, dirinya
merasa bingung dengan kesedihan yang samar dalam lubuk hatinya layaknya seutas
benang halus yang siap putus kapan saja.
"Raja Monyet yang Agung! Lihat apa yang aku bawa! Aku memanjat puncak
tertinggi dan memetik buah persik yang paling besar!".
Suaranya berasal tepat dari bawah pohon, dimana disana terdapat seekor panda
kecil yang sedari tadi menatapnya dengan penuh harapan. Panda kecil itu
sejenak mengingatkannya kepada Li Li, teman dekatnya.
Tak seperti Sun yang hidup abadi, Li Li hanyalah seekor panda biasa yang bisa
meninggal kapan saja. Namun, kehidupan Li Li yang singkat itu terasa sangat
bermakna baginya.
Pada saat itu, Sun masih tidak memiliki nama. Dia berkeliaran dengan bebas di
tengah pegunungan yang membentang luas di antara langit dan bumi. Misteri
tentang asal - usul dan tujuannya tidak pernah berhasil dia ketahui, namun
rasa kebebasan yang tak tertandingi menyelimuti dirinya. Hingga suatu ketika
terdengan ratapan sedih, pandannya pun langsung tertuju kepada sesosok makhluk
berwarna hitam dan putih yang nampaknya sedang berduka. Berulang kali dia
mendengarkan sebuah kata "kematian" yang sama sekali tidak dia pahami artinya.
"Apa itu kematian?" Gumamnya dalam hati. Keingintahuannya yang tak terbendung
pun membuatnya bergerak mendekat ke arah entitas misterius tersebut, dia
melirik sekilas, dan tanpa disadari wujudnya sekarang diketahui oleh entitas
misterius itu.
Berdasarkan cerita yang beredar, esensi roh gunung telah membeku dalam sebuah
batu, membentuk sesosok makhluk abadi yang tidak lain adalah dirinya sendiri,
Raja Monyet yang agung. Awalnya, dia mengabaikan gangguan dan pindah ke puncak
gunung yang lain, dimana dia terbangun di pagi yang berselimut embun,
menikmati sunyinya hawa pegunungan yang tiada duanya.
Namun, seekor makhluk kecil di dalam hutan menangis tanpa henti, memanggil
nama Raja Monyet dengan tangisannya yang kian bergema di seluruh pepohonan,
mengganggu ketenangan abadinya. Merasa kesal sekaligus penasaran, dia pun
menyibak tabir tebal hutan dan menemukan sumber keributan itu. Tubuhnya yang
mungil merasa kelelahan karena kerja keras yang tiada henti. Pada saat itu,
tatapan mereka saling bertautan, dan secercah cahaya bersinar di kedua mata
makhluk itu.
Menyelamatkan makhluk itu dan kawanannya dari arus deras sudah cukup baginya.
Makhluk ini sangat khas dengan sifat keras kepalanya yang sulit untuk
ditaklukkan. Sadar betul akan kekuatan sungai yang membanjiri tanpa ampun di
sepanjang musim penghujan, mereka tetap berpegang teguh pada tempat tinggal
mereka yang kecil.
Sang Raja Monyet yang menjadi penyelamat mereka telah hidup selama ribuan
tahun dan mengembangkan kemampun ajaib yang menyerupai kekuatan dewa. Di
antara sekian banyak keahliannya, dia dapat mengalihkan arus sungai dan
membangun tempat perlindungan di atas lereng - lereng yang curam. Dia
memberikan keahlian ini bukan karena ingin berbuat baik, tapi semata - mata
karena ingin mengembalikan kehidupan damainya.
Namun, seekor panda memiliki kegigihan yang membuat Raja Monyet sangat jengkel
padanya. Hari demi hari, panda ini melintasi bukit dan lembah dengan susah
payah hanya untuk mempersembahkan buah persik terbaik kepadanya. Panda itu
mengatakan bahwa buah persik tersebut adalah bentuk pengabdian sikap pantang
menyerah dari Raja Monyet dikala dia menyelamatkan rumahnya dari derasnya arus
sungai.
Meskipun Raja Monyet awalnya merasa jengkel, seiring berjalannya waktu, dia
menjadi terbiasa dengan ritual harian memakan buah persik yang hambar, dan
kehadiran seekor panda yang memperkenalkan dirinya sebagai Li Li. Bahkan lama
kelamaan sang Raja Monyet menjadi sedikit menyukai percakapan sepele
mereka.
Semua makhluk gemar untuk menamai segala hal yang dia temui, tak terkecuali Li
Li. Dia mengoceh kesana kemari tanpa henti, bersikeras bahwa Raja Monyet harus
memiliki nama. Para panda bahkan menamai desa mereka dengan Spirit Creek,
dan menurut Li Li Raja Monyet juga harus segera punya namanya sendiri.
"Kamu sudah menemukan namamu hari ini?" Tanya Li Li seperti hari - hari
sebelumnya dengan raut wajah yang masih tetap antusias meski dia tahu bahwa
jawaban dari Raja Monyet pasti akan mengecewakannya.
"Tidak, aku tidak butuh hal semacam itu." Jawab Raja Monyet secara spontan
tanpa sedikitpun memikirkannya.
"Aku tahu bahwa kamu adalah Raja Monyet yang abadi, tapi itu tak mungkin
menjadi namamu, bukan? Segala hal di dunia ini membutuhkan nama." Ucap Li Li
dengan penuh rasa semangat yang masih terpancar jelas dari wajahnya.
Perbincangan itu selalu terjadi di setiap pagi, dan seperti biasa, Raja Monyet
selalu merasa jengkel dengan pertanyaan - pertanyaan sepele yang diajukan oleh
Li Li. Dia pun mencoba berpindah ke gunung yang lebih tinggi untuk memperoleh
kehidupan damainya kembali, menjauh dari Li Li yang selalu merusak dengan
suara berisiknya yang selalu bergema setiap kali mereka berjumpa.
Namun, ketika mendapatkan kesunyian di gunung barunya itu, Raja Monyet mulai
merasakan kerinduan di dalam dirinya. Dia merindukan keributan yang selalu ada
di setiap harinya, dengan penuh semangat menunggu kedatangan panda kecil yang
akan melalui segala rintangan untuk melintasi hutan pegunungan. Ketika hari -
hari berlalu dalam keheningan, kerinduannya semakin memuncak. Tiba - tiba dia
merasa ingin mencari Li Li dan bertanya kepadanya mengapa segala sesuatu di
dunia ini harus memiliki nama. Hal itu telah menjadi kegusaran yang mengakar
dalam dirinya.
Namun, saat turun dari gunung, dia mendengar ratapan kesedihan itu lagi. Namun
kali ini, Li Li lah yang mengalami sesuatu yang mereka sebut dengan kematian.
Tiga hari telah berlalu, hujan kembali menyebabkan banjir. Deru arus yang
ganas tidak dapat mencapai puncak yang jauh, dan ketika sungai itu
menghanyutkan Li Li, ternyata kedua tangannya masih menggenggam buah persik.
Di saat - saat terakhirnya, dia meyakinkan kepada teman - temannya bahwa Raja
Monyet pasti akan datang menyelamatkannya, karena tidak ada yang tidak dapat
dilakukan oleh Raja Monyet.
"Kamu pasti bisa menyelamatkan Li Li, kan? Dia udah percaya banget sama kamu!
Kumohon gunakan kekuatan dewamu untuk menghidupkannya kembali! Raja Monyet
yang agung, tolong selamatkan dia!" Ucap para Panda yang kini mulai menarik -
narik tangannya untuk menghidupan Li Li yang telah terbujur kaku di
hadapannya.
Raja Monyet berdiri ketakukan atas ketidakberdayaannya. Apa itu kehidupan? Apa
itu kematian? Bagaimana dia bisa menyelamatkan Li Li jika dia saja tidak
memahami konsep tersebut? Pertanyaan demi pertanyaan berputar - putar di
benaknya seperti sebuah angin topan.
"Aku tidak bisa menyelamatkannya. Aku tidak bisa menyelamatkan siapa pun! Aku
bukan dewa, aku.... AKU BAHKAN TIDAK MEMILIKI NAMA!" Teriak Raja Monyet dengan
penuh rasa putus asa. Kedua air matanya kini mengalir deras, berpadu dengan
guyuran hujan yang telah membasahi sekujur tubuhnya.
Dia pun mulai berlari kencang entah kemana, pikirannya dikuasai oleh gagasan
mengenai kematian yang tidak pernah bisa dia pahami.
"Sebenarnya kemana perginya seseorang yang mengalami kematian?" Pertanyaan itu
terus ada di dalam benaknya, tak henti - hentinya dia mencari jawabannya,
namun tetap saja tidak ada satu pun clue yang bisa dia temukan untuk
mendapatkan jawabannya.
Saat Raja Monyet berlari dengan penuh rasa keputusasaannya, sebuah petunjuk
pun muncul bagaikan sambaran petir, petunjuk itu menuntunnya ke sebuah jalur
di utara yang mengarah ke gunung tempat kelahirannya.
Dia teringat perbincangan para panda yang mengatakan bahwa tempat
kelahiran seseorang memiliki kekuatan untuk menghibur jiwa yang paling hancur
sekalipun, mungkin di tempat kelahirannya lah dia bisa menemukan jawaban dari
seluruh pertanyaannya, setidaknya itulah jawaban yang bisa didapatkan oleh
Raja Monyet saat itu.
Setelah melakukan perjalanan yang tak terhitung jauhnya, akhirnya dia tiba di
tempat kelahirannya, dimana batu - batu yang hancur saat dia dilahirkan masih
tergeletak di puncak bukit. Dia pun mengumpulkannya ke dalam pelukan erat, dan
pada saat itu batu - batu yang dingin dan tak bernyawa itu tampak berdenyut
dengan kehangatan yang nyata. Dia membiarkan rasa kantuk menyelimutinya, dan
begitulah awal dari tidur panjangnya bermula.
Sang Raja Monyet akhirnya tertidur selama ribuan tahun lamanya hingga akhirnya
dia terbangun kembali setelah dunia berguncang dengan begitu kerasnya.
Ternyata seekor naga hitam lah yang telah membangunkannya. Naga itu tampak
berlumuran darah dan tak henti - hentinya menabrak dinding penghalang yang
entah bagaimana terbentuk di sekelilingnya.
"Dari mana datangnya lalat yang mengganggu ini?" Ucap Raja Monyet dengan penuh
rasa kesal.
Dia pun mengalahkan naga itu dengan mudah, tetapi kemudian melihat kedatangan
naga lain yang serupa namun berwarna perak, bukan hitam. Akan tetapi, naga
yang satu ini tidak datang untuk bertarung. Naga perak itu datang untuk
menjelaskan apa yang telah terjadi ketika sang Raja Monyet tertidur, dan
bagaimana negeri ini telah berubah drastis selama berabad - abad. Kerumunan
pengungsi telah melarikan diri dari kehancuran perang dan mencari perlindungan
disini.
Naga perak itu berperan sebagai penjaga yang dipercayakan untuk menjaga
keselamatan mereka. Namun, perselisihan telah terjadi di antara dia dan
saudara - saudaranya. Demi manusia, naga perak tidak memiliki pilihan selain
membunuh kerabatnya sendiri, sebuah tugas yang menyedihkan yang secara tidak
sengaja menyebabkan pusaran bencana di laut utara. Karena bencana ini, naga
perak telah memutuskan untuk meredakan badai dengan tubuhnya sendiri.
Sang Raja Monyet, yang sekarang sudah sepenuhnya sadar, mendengarkan dengan
setengah hati sambil memikirkannya. Apa sebenarnya arti kehidupan bagi makhluk
abadi seperti dirinya? Dia masih belum menemukan jawaban dalam tidur
panjangnya. Namun di hadapannya sekarang berdiri naga perak yang tampaknya
memiliki nasib yang sama dengannya. Mungkin makhluk itu dapat mengungkapkan
jawaban atas pertanyaan yang selama ini menghantuinya itu.
"Karena aku telah membantumu, sekarang aku memiliki sebuah pertanyaan
kepadamu. Kau adalah makhluk abadi kan? Apakah kau tidak pernah bosan
dengan.... kehidupan?"
Sang naga tertawa. Sudah lama sejak terakhir kali seseorang menanyakan hal
konyol seperti ini.
"Nasib yang dipandu oleh tangan takdir menentukan jalan bagi semua makhluk
hidup. Tetapi kau dan aku, yang tidak terikat oleh hidup dan mati, dibebaskan
dari penderitaan fana mereka. Oleh karena itu, sudah menjadi tugas suci kita
untuk melindungi dunia, siklus kehidupan, dan momen singkat yang terjadi di
antaranya. Jagalah negeri ini, dan ketika waktunya tiba, aku akan mengungkap
kebenaran yang kau cari." Jawab Naga itu dengan tegas. Jawabannya yang sangat
dalam membuat Raja Monyet terdiam dibuatnya.
"Tunggu, siapa kau sebenarnya? Bagaimana kau bisa tahu semua ini?" Tanya Raja
Monyet.
Sebelum sempat menjawabnya, naga itu telah menghilang ke dalam ombak,
meninggalkan riak - riak yang berputar di pusaran air. "Izinkan aku memberimu
sebuah nama" sebuah suara bergema, "Nama yang merangkul kehidupan alam
semesta. Sebagai penjaga alam ini, namamu akan mencakup segalanya. Kau akan
dikenal sebagai Sun." Saat laut mulai tenang setelah naga itu turun, hati Sun
juga menemukan ketenangan. Namun saat itu juga dia tersadar.....
"Jawaban macam apa itu? Omong kosong! Aku baru saja ditipu agar berjaga
disini. Yah, aku punya nama sekarang, tapi bagaimana cara menulisnya? Semua
tentang alam semesta dan yang lainnya, semua itu hanya omong kosong bagiku."
Setelah bergumam beberapa saat kepada dirinya sendiri, Sun pun kembali duduk
di atas batu yang sama. Kali ini dia menatap langit, seolah - olah dia bisa
mendengar suara yang tidak asing baginya. Betapa dia sangat ingin bertemu Li
Li sekali lagi agar dia bisa memberitahukan namanya.
Terkadang, Sun masih duduk melamun di batu itu, tidak menyadari apakah
lamunannya itu hanya berlangsung selama beberapa saat atau ribuan tahun.
~Tamat.~
TAGS:
Fighter
Kisah Hero
0 Response to "Kisah Hero Sun, Sang Raja Monyet yang Hidup Abadi"
Posting Komentar
*Berkomentarlah sesuai dengan isi postingan